Estetika
berasal dari kata Y unani Aesthesis,
yang berarti perasaan atau sensiv isitas. I tulah sebabnya maka estetika erat
sekali hubungannya dengan selera perasaan atau apa yang disebut dalam bahasa
Jerman Geschmackatau Tastedalam bahasa Inggris. Estetika tim bul tatkala
pikiran para filsuf mulai terbuka dan mengkaji berbagai keterpesonaan rasa.
Estetika bersama dengan etika dan logika membentuk satu kesatuan yang utuh dalam
ilmuilmu normatif di dalam filsafat. Dikatakan oleh H egel bahwa:“ Filsafat
seni membentuk bagian yang terpenting di dalam ilmu ini sangat erat hubungannya
dengan cara manusia dalam memberikan definisi seni dan keindahan. (W adjiz 1 98
5 : 1 0 ) .
Nilai
estetis selain terdiri dari keindahan sebagai nilai positif kini dianggap pula
meliputi nilai yang negatif. H a l yang menunjukkan nilai negatif itu ialah
kejelekan (ugliness). Kejelekan tidaklah
berarti kosongnya atau kurangnya ciri-ciri yang membuat sesuatu benda
disebut indah, melainkan menunjuk pada ciri-ciri yang sangat bertentangan
sepenuhnya dengan kualitas yang indah itu. (Sony, 2004:14 )
Monroe
Beardsley dalam Problems in the
Philosophy of Criticism yang menjelaskan adanya 3ciri yang menjad i sifat-sifat
membuat baik (indah) dari benda-benda estetis pada umumnya, yaitu:
1.
Kesatuan
( unity) ini berarti
bahwa benda estetis ini tersusun secara baik atau sempurna bentuknya.
2.
Kerumitan
( complexity) benda estetis/
karya seni yang bersangkutan tidak sederhana, melainkan kaya akan isi maupun
unsur yang saling berlawanan ataupun mengandung perbedaan-perbedaan yang halus.
3.
Kesungguhan
( intensity) suatu benda
estetis yang baik harus mempunyai suatu kualitas tertentu yang menonjol dan
bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak menjadi soal kualitas apa yang
dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar),
asalkan merupakan sesuatu yang intensif atau sungguh-sungguh. (Sony, 20)
0 coment�rios: